Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila untuk Membangun Kesadaran Hukum di Masyarakat

Pendahuluan

Negara Indonesia adalah negara yang di kenal sebagai negara hukum. Segala bentuk perbuatan yang mencakup elemen negara, mulai dari pemerintah, aparat hukum dan masyarakat di atur secara formal di peraturan-peraturan hukum.  Di UUD 1945 pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa “ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Jadi dalam kehidupannya, seluruh rakyat Indonesia harus taat dan tunduk pada hukum yang di buat oleh Lembaga Legislatif di Indonesia.

Fenomena yang muncul saat ini banyak sekali masyarakat yang kurang mempunyai rasa tanggung jawab terhadap peraturan-peraturan yang ada. Akibatnya sekali masyarakat yang tidak taat pada peraturan hukum. Sehingga tingkat kesadaran hukum masyarakat masih menunjukkan angka minimum. Kesadaran hukum masyarakat inilah yang perlu dibenahi sehingga terbentuk budaya sadar hukum di masyarakat.

Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Hal ini karena Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia. Di Indonesia, Pancasila sebagai landasan Idiilnya sedangkan UUD 1945 sebagai landasan konstitusionilnya. Pancasila secara filosofis memiliki nilai-nilai kultural sebagai wujud kepribadian bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut tercantum secara utuh di sila-sila Pancasila. Nilai-nilai Pancasila ini perlu diaktualisasikan ke dalam bentuk perilaku masyarakat yang arahannya bisa membentuk masyarakat yang sadar terhadap hukum yang berlaku. Internalisasi nilai-nilai Pancasila untuk membangun kesadaran hukum di masyarakat akan menjadi kajian di tulisan ini.

Pembahasan

  1. a.      Masyarakat Sadar Hukum

Menurut Ronny Hanitijo Soemitro ( 1985 : 69 ) mengatakan masyarakat dianggap sebagai suatu sistem sosial yang mampu mengembangkan dirinya sendri, yang berisi semua dasar struktural dan fungsional dari suatu subsistem yang independen.  Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah ( 1982 : 33 ) mengatakan bahwa hukum merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat. Hukum tidak akan bisa dipisahkan dari jiwa serta cara berpikir daripada masyarakat yang mendukung kebudayaan tersebut. Maka bisa dikatakan bahwa hukum merupakan perwujudan dari jiwa serta cara berpikir masyarakat.

Kehidupan masyarakat tidak akan terlepas dari hukum yang mengaturnya. Hukum sebagai perwujudan jiwa dan cara berpikir ini mengandung maksud bahwa hukum merupakan suatu peraturan yang dibuat oleh masyarakat dan digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat tersebut. Maka untuk mewujudkan dari hukum yang dibuat oleh masyarakat tersebut dengan cara menaati dari segala aspek isi dan tujuan dari peraturan hukum tersebut.

Ronny Hanitijo Soemitro ( 1985 : 103 )  menyatakan hukum bisa menjadi kontrol sosial bagi masyarakat itu sendiri. Karena kontrol sosial dapat mencegah terjadinya tingkah laku yang menyimpang pada masyarakat itu.

Satjipto Rahardjo ( dalam Soleman Taneko, 1993 : 41 ) mengatakan bahwa hukum sebagai sarana rekayasa sosial, inovasi, social engineering yang tidak hanya digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkan pada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapus kebiasaan-kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya.

Beberapa pendapat tersebut pada hakekatnya merujuk pada satu inti permasalahan yaitu hukum ada di masyarakat untuk memperbaiki tingkah laku masyarakat itu sendiri. Untuk menciptakan hal tersebut maka masyarakat harus sadar akan keberadaan hukum itu untuk mengarahkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Paul Scoholten ( dalam Soerjono Soekanto dan Soleman, 1983 : 343 ) mendefinisikan kesadaran hukum adalah suatu kesadaran yang terdapat di dalam diri setiap manusia mengenai yang ada atau perihal hukum yang diharapkan sehingga ada kemampuan untuk membedakan antara hukum yang baik dengan hukum yang buruk. Kemudian Soerjono Soekanto ( 1983 : 343 ) mengartikan kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang di harapkan ada.

Penekanan pada kesadaran hukum ini lebih ditekankan pada nilai-nilai tentang hukum itu sendiri dan bukan suatu penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian yang kongkrit dalam masyarakat yang bersangkutan.

Untuk menjadi masyarakat yang sadar pada hukum maka perlu beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :

  1. Setiap manusia berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi terhadap hukum. Setiap manusia pribadi adalah sama terhadap hukum. Karena manusia semua berkodrat sama.
  2. Semua manusia dan tiap-tiap warga negara harus taa dan mematuhi hukum. Jika ada pelanggaran terhadap hukum, tanpa memperdulikan kedudukan pelanggarnya harus diadili penegak hukum yang tak memihak, ukuran dan dasar pengadilan hanya hukum yang berlaku.
  3. Dalam masyarakat memang harus ada pemberi hukum, tetapi hendaklah selalu diingat, bahwa hukum itu bukan alat pengangkat, melainkan bertujuan untuk melindungi rakyat, hukum hendaklah merupakan pengayoman manusia pribadi dan segenap warga negara ( masyarakat ) sebagai keseluruhannya tanpa kecuali. ( Widjaja, 1984 : 19 )

Sedangkan menurut Kutschinsky ( dalam Soerjono Soekanto dan Soleman, 1983 : 348 ) memberikan indikator-indikator dari masalah kesadaran hukum masyarakat yaitu :

  1. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum ( law awareness )
  2. Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum ( law acquaintance )
  3. Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum ( legal attitude )
  4. Pola perilaku hukum ( legal behavior )

Tetapi pada saat ini posisi masyarakat untuk sadar pada hukum itu masih sangat kurang sekali. Paradigma yang dipakai oleh masyarakat untuk taat hukum adalah obyek sanksinya. Masyarakat akan menilai hukum dari sanksi yang di berikan jika melanggar. Sehingga masyarakat akan lebih mengutamakan untuk taat pada peraturan yang mempunyai berat daripada yang ringan. Menurut Adam Podgorecki dan Christopher Whelan ( terjemahan Widyaningsih, 1987 : 256 ) mengatakan bahwa kepatuhan dan ketidakpatuhan terhadap hukum serta hubungannya dengan sanksi atau rasa takut terhadap sanksi dikatakan relevan atau memiliki suatu pertalian yang jelas apabila aturan-aturan hukum dengan sanksi-sanksinya atau dengan perlengkapannya untuk melakukan tindakan paksaan sudah diketahui atau dipahami arti dan kegunaannya oleh individu atau masyarakat yang terlibat dengan hukum itu.

Faktor sanksi ini sangat berpengaruh pada bagaimana tingkat kesadaran seseorang untuk patuh hukum. Maka sanksi yang kurang tegas ini menjadi salah satu faktor penyebab lemahnya ketaatan hukum dimasyarakat. Karena masyarakat sekarang mau taat kalau ada sanksi jika melanggar. Kesadaran hukum oleh masyarakat merupakan faktor penentu untuk bisa menunjukkan perilaku yang taat pada hukum. Upaya untuk membina masyarakat untuk bisa sadar akan hukum perlu di bina dengan tidak hanya melalui pengetahuan saja tetapi mental dan perilaku masyarakat harus diarahkan untuk menuju ke hal tersebut.

  1. b.      Internalisasi Nilai-nilai Pancasila untuk meningkatkan kesadaran hukum di masyarakat

Setiap negara memiliki pandangan hidup masing-masing untuk menentukan langkah hidup ke depan. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. hal ini tampak bahwa Pancasila adalah jiwa, kepribadian dan pandangan hidup ( way of life) bangsa Indonesia. Menurut Hamid Darmadi ( 2010 : 249 ) mengatakan sebagai pandangan hidup, Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari. Dengan kata lain Pancasila sebagai penunjuk arah bagi semua kegiatan dalam aktivitas hidup.

Pancasila dianggap sebagai perwujudan jiwa seluruh rakyat Indonesia yang hidup dan berkembang dalam kepribadian bangsa. Bentuk perilaku rakyat Indonesia bisa dicerminkan dari Pancasila. Masyarakat dalam berperilaku seharusnya bisa menunjukkan bagaimana yang tertuang di sila-sila Pancasila.

Kaelan ( 2002 : 47 ) mengatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai kausa materialis dari Pancasila. Pandangan hidup dan filsafat hidup itu merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia yang menimbulkan tekad bagi dirinya untuk mewujudkannya dalam sikap tingkah laku dan perbuatannya.

Nilai-nilai yang ada di Pancasila seharusnya tertanam pada seseorang sejak sudah bisa berinteraksi dengan dunia luar. Jika seseorang sudah bisa menanamkan nilai-nilai Pancasila itu maka seseorang akan bisa menjiwai dari Pancasila itu sendiri. Menurut Widjaja ( 1984 : 4 ) mengatakan pancasila didalamnya mengandung nilai-nilai yang universal ( bersifat umum ) yang dikembangkan dan berkembang dalam pribadi manusia-manusia sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk sosial.

Penanaman nilai-nilai Pancasila ini bisa membangkitkan kesadaran akan dirinya atas tanggung jawab pribadi dan masyarakat. Salah satu tanggung jawab yang harus di laksanakan oleh masyarakat adalah sadar akan hukum yang berlaku saat ini. Karena dengan sadar akan hukum dapat menciptakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian kehidupan masyarakat atas dasar kesadaran hukum yang berlaku. Kesadaran hukum masyarakat ini seharusnya ditujukan pada perwujudan dari nilai-nilai yang ada di Pancasila. Internalisasi nilai-nilai Pancasila ini sebenarnya adalah modal awal untuk menciptakan masyarakat yang sadar akan hukum yang berlaku. Darji Darmodiharjo dan Sidharta ( 2008 : 237 ) menjelaskan perlunya keberadaan dari nilai-nilai Pancasila antara lain :

  1. Nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sebagai hasil penilaian dan pemikiran filsafat bangsa Indonesia
  2. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia yang paling sesuai, yang diyakini oleh bangsa Indonesia sebagai petunjuk yang paling baik, benar, adil dan bijaksana dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
  3. Nilai-nilai Pancasila mengandung nilai kerohanian

Maka dengan kata lain nilai-nilai Pancasila ini menjadi das Sollen ( seharusnya ) yang diwujudkan menjadi suatu kenyataan ( das sein ).

Menurut Kaelan ( 2002 : 248 ) realisasi dari internalisasi nilai-nilai Pancasila dapat diperoleh hasil sebagai berikut :

  1. Pengetahuan, meliputi aktualisasi biasa, pengetahuan ilmiah dan pengetahuan filsafat.
  2. Kesadaran, selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam diri sendiri
  3. Ketaatan yaitu selalu dalam keadaan sedia untuk memenuhi wajib lahir dan batin
  4. Kemampuan kehendak, yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan perbuatan
  5. Watak dan hati nurani agar orang selalu mawas diri

Maka dari pernyataan Kaelan ini sesuai dengan apa yang menjadi  tujuan dari Pancasila dimana internalisasi nilai-nilai Pancasila bisa membangun kesadaran hukum dan arahnya untuk bisa menaati peraturan hukum yang berlaku. Masyarakat saat ini dituntut harus mampu untuk bisa menginternalisasi nilai-nilai yang tekandung di Pancasila  dalam kehidupan sehari-hari sebagai tumpuan dasar untuk hidup di negara yang berdasarkan pada hukum.

Sehingga kongkretisitas dari menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila kepada masyarakat adalah membangun kesadaran masyarakat akan hukum yang berlaku sehingga tercipta keselarasan hidup yang baik antara hukum dan masyarakat.

Kesimpulan

Dari keseluruhan uraian diatas dapat di tarik suatu benang merah yaitu ntuk mewujudkan masyarakat yang sadar akan hukum maka harus didahului dengan tumpuan akan internalisasi dari nilai-nilai yang terkandung di Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. penginternalisasian nilai-nilai Pancasila ini penting karena Pancasila adalah perwujudan dari jiwa seluruh rakyat Indonesia yang dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia untuk bisa sadar dan taat pada hukum yang berlaku.

Daftar Pustaka

Darji Darmodiharja, Shidarta. 2008. Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaja Utama

Hamid Darmadi.2010. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : Alfabeta

Kaelan. 2002. Filsafat Pancasila Pandangan hidup Bangsa Indonesia. Yogyakarta : Paradigma

Podgorecki, Adam . 1987. Pendekatan Sosilogis terhadap Hukum terjemahan  Widyaningsih. Jakarta : PT Melton Putra

Ronny Hanitijo Soemitro.1985. Beberapa Masalah dalam Studi Hukum dan Masyarakat. Bandung : CV. Remadja karya

Soerjono Soekanto, Mustafa Abdullah. 1982. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat.Jakarta : CV Rajawali Jakarta

Soerjono Soekanto, Soleman Taneko. 1983. Hukum Adat Indonesia. Jakarta : CV Rajawali

Soleman Taneko. 1993. Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Widjaja,Drs. 1984 . Kesadaran Hukum Manusia dan Masyarakat Pancasila. Jakarta : CV Era Swasta

One thought on “Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila untuk Membangun Kesadaran Hukum di Masyarakat

  1. Pingback: PROPOSAL PENELITIAN “PENGAMALAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM MASYARAKAT DESA RUMPUK KECAMATAN MANTUP KABUPATEN LAMONGAN BERDASARKAN TINGKAT KELULUSAN” | Myut Myut Muhammad Syaifudin (Massay)

Leave a comment